Jutaan Rakyat Indonesia Belum Menikmati Listrik

KAYUAGUNG RADIO - Peringatan hari listrik nasional ke-68 yang jatuh setiap 27 Oktober, harus dijadikan momentum untuk mempertanyakan kembali sejauhmana kesungguhan Perusahaan Listik Negara (PLN) dalam menerangi wilayah Indonesia.

Berdasarkan catatan wartawan di sejumlah daerah, jutaan rakyat Indonesia masih belum menikmati buah kemerdekaan dalam bentuk cahaya listrik. Setiap malam, jutaan warga di pedesaan dan pedalaman, hidup dalam kegelapan, dan hanya mengandalkan cahaya bulan dan bintang.

Di Jawa Barat misalnya. Sekira 26 persen wilayah ini, belum teraliri listrik. Seperti terlihat di Kampung Cijukung yang berada di tengah Waduk Cirata. Pemukiman warga di atas pulau ini, masih belum teraliri listrik. 

Sedang di Jawa Tengah, sekira 300 warga di Kabupaten Sleman, belum memasang listrik di rumahnya, karena mengalami kesulitan ekonomi. Bahkan, di Kecamatan Prambanan, ada sekira delapan dusun di dua desa yang belum teraliri listrik, yaitu Desa Gayamharjo dan Wukirsari.

Di Desa Gayam Harjo, sedikitnya ada enam dusun, yakni Dusun Watuadeg, Gambirsari, Kalinongko Lor, Nawung, Gayam dan Rejosari. Serta Desa Wukirsari, terdapat dua dusun, yaitu Dusun Klumprit I dan Losari II yang belum teraliri listrik dari pemerintah. 

Dari delapan dusun itu, sedikitnya ada sekira 216 rumah tangga yang belum menerima aliran listrik, karena tidak ada jaringan dan biaya. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah. 

Begitupun dengan warga di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Di daerah ini, ribuan warga yang rata-rata bekerja sebagai buruh tani, dan buruh bangunan, hidup dalam kegelapan. Di antara pemukiman miskin tersebut, berada di Desa Kincang Wetan, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun.

Di waktu yang bersamaan, pemerintah justru menjual listrik ke luar negeri. Penjualan sebesar 600-1.000 megawatt (MW) listrik itu, dilakukan dari Kepulauan Riau ke Semenanjung Malaka, Malaysia.

Sementara, seorang mantan pejuang kemerdekaan di Nganjuk, Jawa Timur, justru harus meratapi nasibnya di dalam gubuk reot, tanpa teraliri listrik. Pejuang kemerdekaan yang bertempur mempertaruhkan nyawa melawan Belanda di Surabaya, pada tahun 1945 hingga 1950 ini, adalah Tarmidi (80). 

Dia tidak bisa menikmati cahaya listrik, karena tidak memiliki biaya. Sosok pejuang yang dilupakan ini, merupakan satu dari jutaan rakyat Indonesia yang belum merasakan buah kemerdekaan, sejak diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. 




Sumber : sindonews.com
Diberdayakan oleh Blogger.