Teluk Kiluan, Surga Lumba - Lumba Di Belahan Lampung

KAYUAGUNG RADIO - Lekuk kekar Bukit Barisan di selatan Lampung menyimpan rahasia surga bahari.  Gugusan hijau pegunungan beriring liuk ombak Samudera Hindia, diwarnai cericit ratusan lumba-lumba yang tampak saling berkejaran dan melompat-lompat di atas permukaan laut. Komunitas lumba-lumba laut lepas terbanyak di Asia, bahkan kabarnya sampai pelosok dunia, rupanya menjadi tontonan utama yang menarik di Teluk Kiluan.

David tak bisa menyembunyikan rasa gembiranya tatkala ponselnya berdering. Dari percakapan via telepon genggam itu tersembul pembicaraan soal harga dan sistem perjalanan wisata di Lampung. "Iya Mas, sekarang orang Jakarta banyak yang mulai bertanya soal Teluk Kiluan. Katanya mereka baru dengar kalau pantai itu bagus dan banyak lumba-lumba," kata salah satu pekerja biro perjalanan wisata bernama Nauly Tours & Travel itu.

Lelaki kelahiran Lampung tersebut mengatakan banyak orang belum mengetahui kalau di seberang Jakarta ada spot berkumpulnya lumba-lumba. "Selama ini, orang rela berduyun-duyun menuju Pantai Lovina di Bali Utara hanya untuk menyaksikan lumba-lumba yang hidup natural di laut. Padahal, untuk melihat lumba-lumba seperti itu tak perlu jauh-jauh. Tempatnya oke lagi," sambungnya.

Apa yang diungkapkan David benar adanya. Lokasi spot wisata yang memesona itu berada sekitar 80 km dari pusat Bandar Lampung. Tepatnya Pantai Teluk Kiluan, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan. Sejak era 80-an, wisatawan luar sudah memburu daerah ini. Teluk Kiluan memang memesona.

Topografinya berbukit, dihiasi hamparan sawah, dan di sekelilingnya diwarnai  hamparan lautan. Kondisi alam seperti itu tentu saja menjadi daya pikat tersendiri. Menuju ekowisata itu juga bukan hal rumit. Diawali menyeberang dengan kapal laut dari Pulau Jawa, tepatnya Merak ke Pelabuhan Bakauheni di ujung Sumatera bagian bawah.

Dalam perjalanan menuju lokasi, tampaklah Pulau Mutun yang panoramanya juga cukup indah. Lokasi ini telah dikembangkan oleh pemerintah setempat sebagai tempat wisata. Sehingga tersedia juga banana boat, bisa juga mengapung pakai kano.

Selepas mata memandang, ada Pulau Tangkil yang hanya selemparan batu. Butuh sekitar lima menit untuk sampai ke pulau kecil berisi gubuk-gubuk untuk berteduh itu. Bisa pula snorkeling di lokasi ini. Bila melanjutkan perjalanan, dari Pantai Mutun hingga menyusuri ujung jalur, maka akan mengarah ke Teluk Kiluan. Di sinilah perjuangan melewati jalan yang tak seluruhnya beraspal, bahkan jalan berbatu yang naik turun.

Mulai memasuki daerah Lempasing, jalannya menyempit, berkelok-kelok, juga naik turun. Kudu hati-hati kalau menggunakan mobil karena di sisinya merupakan tebing jurang. Sesekali terlihat lautan luas nan biru yang terlihat dari sebelah kiri tebing-tebing jalan yang dilalui.

Pada desa terakhir yang dilalui sebelum Desa Kiluan, yakni Desa Bawang, terdapat perkampungan khas Lampung dengan rumah panggung. Hebatnya lagi, tekstur jalanan makin menakutkan karena makin bergelombang dan banyak batu cadas. Bila kesulitan, sebaiknya menitipkan mobil di sini dan berganti dengan ojek.

Saat melewati perjalanan yang berbukit, akan terlihat Teluk Kiluan dengan pulau-pulau kecilnya. Bak lukisan terindah dari sang maestro: bukit, pantai, laut, awan dan langit menjadi komposisi terpadu yang sempurna. Hingga sampailah di Desa Kiluan yang banyak dihuni oleh para transmigran berbaur penduduk asli. Beberapa rumah khas Bali bersanding dengan rumah panggung milik penduduk asli Lampung. Ada dialek Lampung, kadang kental logat Jawa dan berbagai gaya khas bahasa budaya lain, saling berbaur menjaga silaturahmi satu sama lainnya.

Sampailah di Teluk Kiluan dengan pantai pasir putih berkilau, sesuai namanya. Apalagi saat bulan purnama, cahaya bulan jatuh di atas permukaan air laut hingga membuat terang-benderang. Tapi di daerah ini, fasilitas penginapan cukup terbatas. Tak ada hotel. Pengunjung hanya bisa menyewa homestay dengan harga Rp150.000 per kamar. Bisa ditempati 5-6 orang. Karena masih terpencil, listrik hanya tersedia saat pagi dan sore saja. Itu pun terbatas. Sehingga kalau mau mandi harus menimba air sumur terlebih dahulu.

Puncak imajinasi adalah saat pagi hari menyapa lumba-lumba. Untuk menemuinya, Anda harus menyewa jukung (perahu kecil) dengan harga sewa Rp250.000/kapal, kapasitas tiga orang selama tiga jam. Pun soal berangkat, lumba-lumba ini hanya bisa ditemui pagi hari, pukul 06.00 hingga 09.00 WIB. Setidaknya ada dua jenis lumba-lumba, pertama disebut hidung botol (Tursiops Truncatus) dengan badan yang lebih besar dan pemalu. Spesies kedua adalah lumba-lumba paruh panjang (Stenella Longirostris) yang bertubuh lebih kecil dan senang melompat. Jenis kedua ini seringkali mendekati perahu dan melompat indah di atas laut. Dia tak segan bersosialisasi, bahkan terkesan gembira saat diraba.

Kalau beruntung, jumlahnya bisa ratusan pada satu titik. Sangat menarik diabadikan menggunakan kamera. Selama hampir tiga jam, mereka akan melintas sambil sesekali beratraksi. Populasi lumba-lumba di daerah ini diyakini terbesar untuk wilayah Asia, bahkan konon juga terbanyak sedunia.

Kalau puas bercengkerama dengan lumba-lumba, bisa melanjutkan perjalanan ke Pulau Kelapa. Pulau berpasir bersih ini bisa menggali keindahan bawah laut. Jaraknya hanya menempuh waktu sekitar 15 menit. Wilayah ini seperti laguna cantik yang aman untuk berenang. Anda juga bisa keliling pulau menikmati pemandangan. Ada banyak lagi hewan menarik yang bisa disapa.

Saat sore, Anda bisa melihat primata berbulu hitam dan bersuara nyaring saling bersahutan. Mereka tak lain adalah siamang (Symphalangus Syndactylus), Simpai (Presbythis Melalops), dan Kukang (Nycticebus Coucang). Berloncatan dari dari satu pohon ke pohon lain menambah riuh kicauan burung. Bila beruntung, Anda juga bisa menyaksikan Penyu Hijau (Chelonia Mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricate) yang kini dilindungi atas maraknya aksi perburuan di masa lampau. Masih banyak lagi yang bisa dikunjungi di daerah ini. Penasaran? Datang saja sendiri.

Sumber : sindo.com 
Diberdayakan oleh Blogger.