Songket Warisan Budaya Kerajaan Sriwijaya
KAYUAGUNG RADIO - Sejarah dari kota Pempek alias Palembang tidak bisa dipisahkan dari
legenda Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam. Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan maritim yang sangat kuat di
Pulau Sumatera dengan daerah kekuasaan mulai dari Kamboja, Thailand,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi pada masa
jayanya sekitar tahun 683 Masehi. Kerajaan yang dalam bahasa sansekerta
berarti bercahaya (sri) dan kemenangan (wijaya) tersebut menjadi cikal
bakal kota Palembang.
Salah satu warisan budaya dari kerajaan ini adalah wastra tenun
bernama songket. Bukti-bukti songket telah ada sejak zaman Sriwijaya
bisa disimak dari pakaian yang menyelimuti arca-arca di kompleks
percandian Tanah Abang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Kain
yang dirangkai dari berbagai jenis benang termasuk benang emas ini
menurut sebagian orang bermula dari pola perdagangan antara pedagang
asal Tiongkok yang menghadirkan benang sutera dengan pedagang India yang
membawa benang emas dan perak. Nah, benang-benang tersebut ditenun
dengan pola yang rumit yang diuntai lewat jarum leper pada sebuah alat
tenun bingkai Melayu.
Kemampuan membuat Songket tradisional di Palembang biasanya
diwariskan secara turun-temurun.Sewet Songket merupakan kain yang kerap
digunakan oleh pelapis pakaian wanita di bagian bawah yang dihiasi
dengan selendang berteman dengan baju kurung. Dalam upacara adat atau
selebrasi pernikahan, pengantin biasanya menggunakan Songket lengkap
dengan Aesan Gede (kebesaran), Aesan Pengganggon (Paksangko), Selendang
Mantri, Aesan Gandek dan yang lainnya. Secara kualitas, Songket
Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia. Bahkan, songket ini
disematkan julukan sebagai “Ratu Segala Kain.”
Pada songket, teknik dan jenis serta kualitas kain yang ditenun
dikenal dengan istilah Songket Limar dan Lepus. Lepus adalah kain
songket yang kainnya terdiri dari cukitan alias sulaman benang emas
berkualitas tinggi yang biasanya didatangkan dari Cina. Bahkan, kadakala
benang tersebut diambil dari kain songket berusia ratusan tahun yang
akibat umur membuat kainnya menjadi rapuh. Kualitas jenis ini merupakan
kualitas tertinggi dengan harga jual yang sangat mahal.
Sementara Limar lebih mengarah kepada teknik pembuatannya. Menurut
budayawan Inggris yang hidup di Indonesia pada era colonial, songket
jenis ini merupakan kain yang memadukan warna merah, kuning dan hijau
dengan pola yang terinspirasi dari buah limau. Sementara pendapat lain
menyatakan bahwa nama limar diambil dari bulatan-bulatan yang berasal
dari percikan yang menyerupai tetesan jeruk peras.
Cara pemakaian songket pada pria atau wanita memiliki perbedaan
mendasar. Kain songket untuk pria yang kerap disebut Rumpak (bumpak)
memiliki motif yang tidak penuh dengan tumpal (kepala kain) berada di
belakang badan. Songket tersebut dipakai mulai dari pinggul ke bawah
sampai di bagian bawah lutut (untuk pria yang telah menikah) dan
menggantung di atas lutut (untuk pria yang belum menikah). Sedangkan
untuk wanita, tumpal (kepala kain) wajib berada di depan dengan posisi
dari pinggul hingga mata kaki.
Sumber : palingindonesia.com