Legenda Gua Putri dan Si Pahit Lidah
KAYUAGUNG RADIO - Dari
sebuah legenda yang diceritakan secara turun menurun hingga saat ini,
diceritakan tentang seorang putri yang memiliki paras cantik nan rupawan
yang diketahui bernama Putri Dayang Merindu. Berdasarkan cerita yang
berkembang di masyarakat, Putri Dayang Merindu, pernah tinggal bersama
keluarganya didalam gua. Putri Dayang Merindu ini dalam legendanya juga
dikenal pendiam dan membisu bak sebuah arca batu.
Pada
suatu hari ketika sang putrid sedang mandi di muara Sungai Semuhun,
lewatlah seorang pengembara yang ternyata diketahui bernama bernama
Serunting Sakti atau lebih dikenal dengan sebutan Si Pahit Lidah di
tempat itu, dan tatkala melihat kecantikan dan kemolekan Putri Dayang
Merindu yang tengah mandi, Si Pahit Lidah segera menyapa, namun
sayangnya sapaannya tidak mendapat perhatian sama sekali sehingga dia
merasa gusar, dan terlontar ucapan “sombong sekali putri ini diam
seperti batu,” ujarnya. Usai Si Pahit Lidah melontarkan kata-kata
menggerutunya, saat itulah tubuh sang putri dengan sekejap berubah
menjadi batu.
Kemudian,
sang pengembara kembali meneruskan perjalanannya dan sampailah dia
memasuki desa tersebut. Karena keadaan desa yang sepi akibat ditinggal
penduduknya yang tengah bekerja di ladang, sang pengembara kembali
berkata, “sepi sekali desa ini seperti desa gua batu.” Usai bergumam
tiba-tiba desa tersebut berubah menjadi gua batu
Legenda Gua Putri
Gua Putri, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan
Wisata Alam sekaligus Wisata Sejarah
Pelesir
ke Gua Putri bisa mendapatkan dua pengalaman sekaligus. Berwisata alam
sekaligus berwisata sejarah. Hasil penelitian arkeologis menunjukkan,
gua yang masih alami itu pernah menjadi hunian manusia prasejarah.
LOKASINYA
memang agak tersembunyi. Namun, pendatang baru sekalipun dengan mudah
bisa menemukannya. Sebab, warga sekitar gua akan dengan senang hati
mengantar.
Apalagi, pemerintah
Kabupaten Ogan Komering Ulu sudah membangun jalan beton yang mengarah ke
mulut gua. Jalan selebar 1-2 meter itu cukup lapang untuk dilalui.
Memasuki
gua tersebut tidak perlu memiliki keahlian khusus layaknya penelusur
gua. Pintu gua cukup lebar dan tinggi sehingga pengunjung tidak perlu
menunduk, apalagi merangkak untuk memasukinya.
Begitu
juga ruangan di dalam gua tersebut. Lebar gua yang bervariasi, 8-20
meter, cukup lapang untuk berjalan-jalan. Jarak antara lantai gua dan
langit-langitnya pun lebar, berkisar 2,7-4 meter.
Hanya,
meski kondisinya lapang, pengunjung harus berhati-hati saat menapaki
lantai gua dan menyusuri rute dari pintu masuk sampai ke pintu keluar.
Meski sudah ada lampu penerangan di rute sepanjang 500 meter tersebut,
dinding gua yang kelam tidak cukup membantu untuk menerangi isi gua.
Selain pencahayaan yang tidak terlalu terang, pengunjung harus
berhati-hati. Sebab, di beberapa bagian, jalanan menanjak dengan lantai
yang licin.
Begitu memasuki gua
tersebut, bau khas kotoran kelelawar langsung menyambut. Tidak perlu
kaget jika tiba-tiba beberapa ekor binatang malam itu melintas. Pada
langit-langit, ratusan kelelawar bergelantungan dengan kepala di bawah.
Semua
tantangan perjalanan dan sambutan itu terbayar ketika memasuki bagian
tengah gua. Beragam bentuk batuan, termasuk stalagtit dan stalagmit,
seakan menembus lantai dan langit-langit gua.
Belum
hilang kekaguman menyaksikan benda-benda bentukan alam tersebut,
telinga sudah terbuai dengan suara gemericik air dari bagian tengah gua.
Suara itu berasal dari sungai bawah tanah di gua tersebut.
Sungai
tersebut merupakan aliran anak Sungai Semuhun yang selanjutnya bertemu
dengan Sungai Ogan. Meski berada di dalam gua, sungai itu cukup besar.
Lebar badan sungai tersebut bervariasi, 8-12 meter.
Konon,
warga sekitar meyakini bahwa sungai di dalam gua itu dulu adalah
pemandian bagi para putri kerajaan. Ada juga yang memercayai bahwa air
sungai tersebut mengandung khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Hanya
dengan membasuh muka dengan air sungai tersebut, warga sekitar yakin
bisa awet muda. Remaja yang belum mendapatkan jodoh juga bisa mencoba
khasiat air sungai itu yang disebut-sebut bisa mengentengkan jodoh.
Dugaan
bahwa Gua Puteri pernah menjadi hunian manusia prasejarah didasari
penelitian pada 2005. Balai Arkeologi Palembang menemukan jejak-jejak
budaya prasejarah pada kedalaman tertentu.
Beberapa
di antaranya pecahan gerabah, tulang binatang, bahkan tulang manusia.
Juga ditemukan beberapa perkakas kuno, seperti batu pukul, batu pahat,
dan kapak batu. Temuan-temuan itulah yang mengarah pada dugaan bahwa gua
tersebut pernah dihuni manusia.
Dugaan
tersebut diperkuat hasil penelitian tim Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang Arkenas) yang dipimpin Prof
Truman Simanjuntak pada awal 2009. Penelitian tersebut dilakukan di Gua
Harimau yang lokasinya berdekatan dengan Gua Putri. Di Gua Harimau, tim
itu menemukan empat kerangka manusia yang berdasar ciri-cirinya berasal
dari zaman neolitikum.
Secara
keseluruhan, pengelolaan Gua Putri sebagai objek wisata memang belum
maksimal. Fasilitas yang tersedia barulah warung-warung kecil di dekat
pintu keluar gua.
Pemkab Ogan
Komering Ulu sedang menyusun konsep pengembangan kawasan tersebut dengan
pihak konsultan. Yang mendesak adalah pemagaran keliling dan
pembangunan jalan setapak di areal wisata itu.
Yang
juga tengah digagas adalah pembangunan museum mini untuk menyimpan
temuan-temuan arkeologis di dalam gua tersebut. Juga fasilitas-fasilitas
penunjang lain, yang bisa memberi nilai tambah objek wisata itu. Yang
tidak kalah penting adalah perluasan lahan parkir untuk kendaraan
pengunjung yang saat ini memang kurang.