LAGU "IWAK PEYEK" TERNYATA MILIK SUPPORTER OLYMPIAKOS YUNANI

KAYUAGUNG RADIO - Kontroversi lagu “Iwak Peyek” antara Trio Macan dan Arek Band tampaknya sudah selesai. Tapi, ternyata ada fakta baru mengenai lagu yang cukup tenar belakang ini.

Ternyata, nada lagu “Iwak Peyek” sudah lama dinyanyikan suporter salah satu klub sepakbola ternama di Yunani, Olympiakos. Hal ini terlihat dari salah satu video yang ditampilkan di Youtube http://youtu.be/5N7n1O7SR7o

Dalam video berdurasi 1.49 menit itu menggambarkan ribuan fans Olympiakos tengah bernyanyi di stadion memberikan dukungan kepada klub sepakbola kesayangan mereka. Nada atau pun ritme yang dinyanyikan supporter Olympiakos tersebut sama persis dengan lagu “Iwak Peyek” yang dinyanyikan Arek Band dan Trio Macan. Hanya saja perbedannya mereka menyanyikannya dalam bahasa Yunani.

Berbeda dengan Arek Band yang memomulerkan “Iwak Peyek” sejak tahun 2011, dan Trio Macan pada tahun 2012 ini, video penggemar Olympiakos tersebut sudah diposting sejak 2 Agustus 2006.

Lalu sebenarnya yang menjiplak “Iwak Peyek”?Lagu Iwak Peyek yang dipopulerkan oleh Trio Macan kembali menuai kontroversi. Jika sebelumnya muncul kontroversi siapa pemilik sah lagu ini, setelah pencipta lagu ‘asli’ muncul, ketahuan bahwa lagu tersebut hasil jiplakan karya band punk rock asal Inggris, Cock Sparrer.

Popularitas lagu Iwak Peyek memang semakin menggema belakangan ini. Trio Macan menyodorkannya dalam versi dangdut koplo. Para pelakon di Opera Van Java, sebuah acara di stasiun televisi swasta, juga kerap menyanyikan lagu ini. Sementara para bonek, pendukung tim Persebaya sudah pula menyanyikan lagu ini dalam setiap laga tim kesebelasan favorit mereka.

Seiring ketenaran lagu ini, munculah klaim kepemilikian lagu Iwak Peyek. Selama ini, pencipta lagu Iwak Peyek belum pernah sekalipun disebut, padahal lagu tersebut sudah sering dinyanyikan oleh Orkes Melayu Sagita yang merupakan orkes melayu paling kondang di Jawa Timur.

Ada pula klaim dari Arek Band yang mengaku sudah mendapat izin untuk menggubah lirik dari pemilik lagu aslinya.

Arek Band pun meradang ketika mengetahui Trio Macan mengambil lagu yang sudah mereka gubah tanpa izin. Trio Macan pun mendapat hujatan dari para bonek.

Namun keributan tidak belanjut, setelah pekan lalu puncul perdamaian antara Trio Macan dan Arek Band. Dalam perdamaian ini pula muncul pemilik lagu bernama H Imron, seorang bonek yang juga pedagang besi tua.

Dia mengaku sebagai pemilik lagu ini. Ia mengaku lagu ini dibeli Shodiq Monata. Kemudian lagu ini dikomersialkan secara nasional dalam versi Bahasa Indonesia.

H Imron menuturkan lagu ini ia dia ciptakan saat kelaparan ketika ia bersama para bonek lainnya mendukung Persebaya Surabaya melawan Persib, di Bandung.

Ternyata belakangan muncul tudingan bahwa lagu tersebut hasil plagiat. Meski tidak terdengar sama persis, namun para pendukung tim sepakbola Yunani Olympiakos telah pula menyanyikannya.

Tudingan bahwa Iwak Peyek hasil plagiat semakin menguat. Kabar berhembus lagu ini mirip lagu Take 'Em All milik band punk rock lawas asal Inggris, Cock Sparrer, dan juga mirip Yunani Olympiakos.

Cock Sparrer terbentuk pada 1972 yang mempunyai pengaruh besar bagi kalangan band punk rock jalanan. Lagu Take ‘Em All dinukil dari album kedua Cock Sparrer berjudul Shock Troops (1983).

Para personel Cock Sparrer merupakan pendukung klub asal London, West Ham United. Lagu Take ‘Em All menjadi lagu penyemangat yang dinyanyikan The Hammers, julukan suporter West Ham United, untuk mendukung timnya kala berlaga di Stadion Boleyn Ground.

Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah H Imron mencontek secara sadar lagu Take ‘Em All itu? Atau tanpa sengaja ia terpengaruh lagu yang dinyanyikan para pendukung Yunani Olympiakos dan West Ham United?

Di dalam dunia musik ada istilah reminiscenza. Ini adalah semacam kekuatan sekaligus kelemahan ingatan hasil dari pendengaran atau penglihatan yang terkait erat dengan proses penciptaan.

Hal ini biasa terjadi pada para musisi atau band tertentu yang sangat mengidolakan musisi atau grup band lainnya. Dalam karya cipta musisi tersebut sangat kuat pengaruh dari idolanya. Jadi ada kesamaan nada-nada atau akord yang berulang, yang tidak bisa disebut sebagai upaya pencontekan.

Dalam UU Hak Cipta Tahun 2002 sebagai perbaikan dari Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982, satu hal ditekankan adalah substantial part, atau bagian terpenting dalam musik yang pernah dikenal orang.

Substantial part mempertegas batasan sebuah lagu dikatakan plagiat atau tidak. Sebelumnya sebuah lagu dikatakan plagiat jika memiliki kesamaan dengan lagu lainnya sebanyak delapan bar.

Namun melalui UU yang baru, belum sampai satu bar pun, jika sudah terdengar seperti lagu milik orang lain, bisa dikatakan plagiat.

Sebelumnya tak sedikit musisi Indonesia yang berusaha mengambil tujuh bar karya musisi luar negeri. Ada bagian dari lagu yang terdengar mirip, namun tidak bisa dibilang plagiat karena tidak memenuhi unsur delapan bar. Tak heran bisa disebut musisi Indonesia tidak kreatif karena lagu karyanya banyak yang mirip lagu asing.

Soal aktivitas plagiat memang sudah berlangsung subur di Indonesia sejak lama. Masih ingat lagu lagu Susanna yang populer dinyanyikan oleh The Art Company pada era 1980-an? Di Indonesia lagu tersebut beredar dengan beragam versi, terutama dalam berbagai bahasa daerah.

Lebih memalukan lagi ketika muncul lagu Susanna ditulis sebagai versi Indonesia. Lirik lagu tersebut merupakan hasil terjemahan lagu aslinya.

Bahkan beredar kabar bahwa lagu asli Susanna tersebut ciptaan Harry Roesli, setelah Harry Roesli dan DKSB Band, menyodorkan lagu dengan notasi mirip Susanna tapi lirik dan judulnya sangat berbeda. Lagu berjudul Bahagia itu dinyanyikan Renny Djajoesman.

Ketika lagu itu hadir, muncul kabar yang menyebutkan bahwa Harry Roesli sebagai pemilik lagu asli Susanna. Ia pernah menjual lagu Susanna ke bursa musik lantaran kehabisan uang saat sedang berkuliah di Belanda. Padahal itu hanya rumor belaka, karena ternyata pemilik asli lagu Susannaadalah tiga komposer pop Belanda, F Lancee, C Bogman dan M Foggo.

Begitulah. Kondisi yang seperti ini masih saja terus berlangsung hingga kini di Indonesia. Isu plagiarisme ini menimpa sejumlah band dan musisi di Indonesia.

Jika mereka ketahuan mencontek, selalu muncul dalih bahwa mereka hanya terpengaruh idolanya saja. Sebagian masyarakat bisa menerima dalih itu, dan sebagian lagi hanya bisa sebal.

Dan proses plagiarisme ini terus berlangsung subur. Mungkin sampai tuwek, sampai matek seperti yang ada dalam lrik lagu Iwak Peyek.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.