Iskandar,SE Ajak Perusahaan Cegah Kebakaran Hutan Dan Lahan
Kayuagung - Guna mengatasi persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutlah) di Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), pemerintah setempat meminta komitmen semua perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industry (HTI) untuk berkomitmen melakukan pencegahan karhutla.
ULTIMATUM UNTUK KAPOLSEK DAN CAMAT
Ultimatum yang dikeluarkan Presiden, Joko Widodo beberapa waktu lalu terkait ancaman pencopotan pejabat kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang daerahnya masih terbakar pada 2016 ini mulai berlaku hingga ketingkat yang paling bawah.
Kapolres OKI, AKBP, Zulkarnain juga memberikan ultimatum yang sama terhadap jajaran dibawahnya ditingkat Kapolsek berupa pencopotan jabatan apabila wilayahnya masih terdapat kebakaran. “ Ada reward and punishment terkait masalah ini, jika terjadi kebakaran di wilayah OKI maka saya akan dicopot dari jabatan tapi sebelum saya dicopot Kapolseknya juga siap-siap saya copot dulu kalau daerahnya masih ada yang terbakar,”ungkapnya.
Katanya, terkait permasalahan karhutla ini pihaknya tidak akan main-main dan berjanji akan memberikan efek jera terhadap pelaku pembakaran lahan dan hutan. “Kita juga minta pihak perkebunan agar sepenuh hati membantu kami untuk menjaga jangan sampai terjadi kebakaran lagi seperti tahun sebelumnya,”jelasnya.
Menanggapi hal ini, Bupati OKI, Iskandar SE juga memberikan ultimatum yang sama terhadap jajarannya khususnya Camat. “Saya juga ultimatum kepada seluruh camat kalau masih ada yang terbakar siap-siap dicopot juga dari jabatannya,”ujarnya.
BENTUK DESA PEDULI API
Ditempat yang sama Najib Asmani, staff ahli Gubernur Sumatera Selatan bidang lingkungan hidup mengatakan, Kabupaten OKI masih terdapat tingkat kerawan yang tinggi terjadi kebakaran hutan dan lahan disusul dengan Banyuasin dan Musi Banyuasin.
Menurutnya, pemerintah provinsi, telah melakukan pemetaan desa rawan kebakaran dan program Desa Peduli Api (DPA). Program ini menjadikan desa sebagai pencegah utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut.
Desa yang ditetapkan sebagai DPA ini, kata Najib, merupakan desa yang selama ini berada atau rawan dengan bencana kebakaran hutan dan lahan gambut. “Jumlahnya 88 desa,” katanya.
Ke-88 desa ini tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) sebanyak 41 desa yang berada di tujuh kecamatan; Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sebanyak 20 desa di tiga kecamatan; Kabupaten Banyuasin sebanyak 8 desa di lima kecamatan; serta Kabupaten Ogan Ilir (OI) sebanyak 18 desa di tujuh kecamatan.
Menurut Najib, berdasarkan analisis bencana karhutlah di Sumatera Selatan ada beberapa faktor penyebabnya. Kurangnya sumber air tanah, sungai dan water tabel di parit drainase; tata air lanskap belum terintegrasi, terbatasnya akses menuju sumber api, tidak adanya green belt pemecah angin; terbatasnya sarana prasarana pemadam kebakaran yang dimiliki perusahaan; terbatasnya sumber data manusia regu kebakaran terlatih di lapangan; belum optimalnya partisipasi masyarakat lokal, serta belum efektifnya kelembagaan peduli api di desa atau dusun merupakan serangkaian permasalahan yang terjadi.
Sementara lahan yang terbakar tersebut, mulai dari lahan konsensi hutan tanaman industri (HTI), perkebunan sawit, lahan rakyat berupa padi sonor atau sawah tadah hujan, hutan negara, serta lahan konflik atau belum dikelola.
“Semoga dengan program ini Sumatera Selatan akan bebas dari bencana Karhutlah di 2016 dan di masa mendatang. Selain itu, masyarakat menjadi sehat, sejahtera, dan lingkungan terjaga,” ujar Najib.
ULTIMATUM UNTUK KAPOLSEK DAN CAMAT
Ultimatum yang dikeluarkan Presiden, Joko Widodo beberapa waktu lalu terkait ancaman pencopotan pejabat kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang daerahnya masih terbakar pada 2016 ini mulai berlaku hingga ketingkat yang paling bawah.
Kapolres OKI, AKBP, Zulkarnain juga memberikan ultimatum yang sama terhadap jajaran dibawahnya ditingkat Kapolsek berupa pencopotan jabatan apabila wilayahnya masih terdapat kebakaran. “ Ada reward and punishment terkait masalah ini, jika terjadi kebakaran di wilayah OKI maka saya akan dicopot dari jabatan tapi sebelum saya dicopot Kapolseknya juga siap-siap saya copot dulu kalau daerahnya masih ada yang terbakar,”ungkapnya.
Katanya, terkait permasalahan karhutla ini pihaknya tidak akan main-main dan berjanji akan memberikan efek jera terhadap pelaku pembakaran lahan dan hutan. “Kita juga minta pihak perkebunan agar sepenuh hati membantu kami untuk menjaga jangan sampai terjadi kebakaran lagi seperti tahun sebelumnya,”jelasnya.
Menanggapi hal ini, Bupati OKI, Iskandar SE juga memberikan ultimatum yang sama terhadap jajarannya khususnya Camat. “Saya juga ultimatum kepada seluruh camat kalau masih ada yang terbakar siap-siap dicopot juga dari jabatannya,”ujarnya.
BENTUK DESA PEDULI API
Ditempat yang sama Najib Asmani, staff ahli Gubernur Sumatera Selatan bidang lingkungan hidup mengatakan, Kabupaten OKI masih terdapat tingkat kerawan yang tinggi terjadi kebakaran hutan dan lahan disusul dengan Banyuasin dan Musi Banyuasin.
Menurutnya, pemerintah provinsi, telah melakukan pemetaan desa rawan kebakaran dan program Desa Peduli Api (DPA). Program ini menjadikan desa sebagai pencegah utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut.
Desa yang ditetapkan sebagai DPA ini, kata Najib, merupakan desa yang selama ini berada atau rawan dengan bencana kebakaran hutan dan lahan gambut. “Jumlahnya 88 desa,” katanya.
Ke-88 desa ini tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) sebanyak 41 desa yang berada di tujuh kecamatan; Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sebanyak 20 desa di tiga kecamatan; Kabupaten Banyuasin sebanyak 8 desa di lima kecamatan; serta Kabupaten Ogan Ilir (OI) sebanyak 18 desa di tujuh kecamatan.
Menurut Najib, berdasarkan analisis bencana karhutlah di Sumatera Selatan ada beberapa faktor penyebabnya. Kurangnya sumber air tanah, sungai dan water tabel di parit drainase; tata air lanskap belum terintegrasi, terbatasnya akses menuju sumber api, tidak adanya green belt pemecah angin; terbatasnya sarana prasarana pemadam kebakaran yang dimiliki perusahaan; terbatasnya sumber data manusia regu kebakaran terlatih di lapangan; belum optimalnya partisipasi masyarakat lokal, serta belum efektifnya kelembagaan peduli api di desa atau dusun merupakan serangkaian permasalahan yang terjadi.
Sementara lahan yang terbakar tersebut, mulai dari lahan konsensi hutan tanaman industri (HTI), perkebunan sawit, lahan rakyat berupa padi sonor atau sawah tadah hujan, hutan negara, serta lahan konflik atau belum dikelola.
“Semoga dengan program ini Sumatera Selatan akan bebas dari bencana Karhutlah di 2016 dan di masa mendatang. Selain itu, masyarakat menjadi sehat, sejahtera, dan lingkungan terjaga,” ujar Najib.