Ribuan Umat Hindu Ikuti Ngaben Massal di Desa Tugu Mulyo OKI


Kayuagung -  OKI - Ribuan umat Hindu dari berbagai daerah di Sumatera Selatan hingga luar provinsi tampak antusias dan penuh hikmat mengikuti prosesi upacara *Ngaben Massal* yang digelar di area pemakaman Gandawangi, Desa Tugu Mulyo, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Senin (4/8/2025).

Tradisi sakral ini tidak hanya menjadi bagian penting dalam ritual umat Hindu, namun juga menjadi simbol kuatnya kerukunan dan toleransi antarumat beragama di Bumi Bende Seguguk.

Ngaben atau *pelebon* merupakan prosesi pembakaran jenazah sebagai bentuk penghormatan terakhir menurut ajaran Hindu. Dalam pelaksanaannya, arak-arakan *bade* dan *lembu* menjadi pemandangan yang menyita perhatian.

"Bade ini merupakan simbol gunung dan dibuat berdasarkan konsep Tri Angga, terdiri dari bagian dasar, badan, dan atap," jelas penggagas kegiatan, Made Wijaya Panggabean.

Ia menambahkan, *wadah*, *bade*, dan *lembu* memiliki fungsi yang sama, namun digunakan berdasarkan tingkatan kasta. “Wadah biasanya untuk yang tidak berkasta, sedangkan bade dan lembu untuk golongan bangsawan,” terangnya.

Dalam prosesi kali ini, puluhan *sawa* atau jenazah diikutsertakan. Ngaben massal ini menjadi solusi atas mahalnya biaya jika dilakukan secara perseorangan.

“Biaya yang dikenakan untuk setiap keluarga hanya belasan juta rupiah. Jauh lebih ringan dibanding ngaben sendiri yang bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta,” ujar Made Sunandre, peserta asal OKU Timur.

Sebelum puncak pembakaran, prosesi diawali dengan serangkaian upacara adat. Setelah semua persiapan selesai, kerangka jenazah diarak menuju lokasi pembakaran di Setra Gandawangi.

“Ngaben massal ini bertujuan mengembalikan unsur *Panca Maha Bhuta* ke asalnya. Api kembali ke api, tanah kembali ke tanah, air ke air, dan seterusnya. Ini adalah bentuk pengabdian terakhir kepada orang tua dan leluhur tanpa harus jauh-jauh ke Bali,” jelas Made Wijaya.

Jaga Toleransi, Jaga Harmoni

Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru yang turut hadir dalam acara tersebut mengapresiasi tingginya toleransi di OKI dan Sumsel secara umum.

“Sumsel ini nyaris tak terdengar konflik SARA. Masyarakatnya terbuka, rukun, dan sangat menghormati perbedaan. Itu yang membuat acara seperti ini bisa berlangsung aman dan damai,” ujar Deru.

Ia menambahkan, masyarakat Bali mulai datang ke Sumsel sejak 1960-an saat terjadi erupsi Gunung Agung di Bali. Sejak saat itu pula, masyarakat Hindu bebas menjalankan ibadah dan budayanya tanpa gangguan.

Sementara itu, Bupati OKI, H. Muchendi Mahzareki menyampaikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan kegiatan keagamaan dan pelestarian budaya oleh seluruh umat beragama di wilayahnya.

“OKI bukan hanya luas, tapi juga kaya akan keberagaman suku dan budaya. Komunitas Hindu cukup banyak dan aktif di sini. Ini jadi alasan kuat mengapa OKI dipercaya menggelar acara ini,” ujar Muchendi.

Ia juga mengapresiasi gotong royong masyarakat Desa Tugu Mulyo yang secara swadaya sukses menggelar acara besar ini.

“Kami sangat berterima kasih kepada panitia, para donatur, khususnya Bapak Made Wijaya Panggabean, dan seluruh warga yang telah menunjukkan kekompakan luar biasa. Ini bukti nyata harmoni sosial yang terjaga di OKI,” pungkasnya.(Murod)

 

Sumber : https://ppid.kaboki.go.id/ngaben-massal-indahnya-harmoni-toleransi-di-ogan-komering-ilir/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.