Tari Penguton Tarian Penyambutan Tamu Kabupaten OKI
Kayuagung - Berbagai
macam tari-tarian daerah yang merupakan budaya masyarakat Ogan Komering
Ilir masih tetap dilestarikan dari sekian banyak itu yang sering di
pertontonkan atau dilakukan masyarakat yaitu tari “Penguton”.
Tari Penguton adalah tari adat Ogan Komering Ilir, tepatnya berasal dari Marga Kayuagung
yang dalam pelaksanaannya merupakan unsur yang menyatu dengan adat
penyambutan tamu. Hal ini sesuai dengan namaya yang berasal dari bahasa
Kayuagung “Uton”, berarti penyambutan. Tari memiliki sifat resmi dan tercatat dalam naskah tua kayuagung seperti panda kitbag hokum adat dan pediment hokum adat elite yang debut oleh Poyang Setiaraja dan dibantu jurutulisnya Setiabanding Sugih.
Jumlah penarinya ada sembilan orang "Morge Siwe”. Tari ini diyakini termasuk cikal bakal tari-tarian yang ada didaerah-daerah Sumatera Selatan (Khususnya Tari Gending Sriwijaya).
Tari Penguton dari sejarahnya, tarian ini lahir pada tahun 1889 dan pada tahun 1920, oleh keluarga Pangeran Bakri, tarian ini disempurnakan untuk penyambutan kedatangan Gubernur Jendral Hindia-Belanda Gouverneur General Limberg Van Stirem Bets. Sejak itu tarian ini dijadikan sebagai tari sekapur sirih Kayuagung.
Tarian ini ditarikan oleh Sembilan orang gadis cantik yang dipilih dari Sembilan Marga yang ada di Kayuagung Dengan menggunakan iringan musik perkusi seperti gamelan, gong, gendang yang sebagian instrumen tersebut merupakan hadiah dari Kerajaan Majapahit pada abad ke 15 dibawa oleh utusan Patih Gajah Mada. Konon alat-alat ini masih ada dan digunakan pada saat menyambut kedatangan Presiden Soekarno saat pertama kali berkunjung ke Bumi Bende Seguguk pada tahun 1959. Pada tahun 1992 tari ini dibakukan sebagai tari sekapur sirih Kabupaten OKI.
Tari Penguton
memilliki ungkapan isi hati masyarakat setempat sebagai tatanan
kehidupan masyarakat. Tradisi mengacu pada kebiasaan masyarakat yang
menjadi aturan-aturan dalam lingkungan pendukungnya. Pendukung tari
Penguton memiliki kesakralan sehingga tidak semuanya masyarakat umum
dapat menikmati sajian tari Penguton yang memiliki makna. Aturan
tersebut menggandung pengertian yang menjadi kekuatan simbolisasi
Sehingga membentuk strata sosial.
Kesembilan
penari yang membawakan tarian, terpilih mewakili sembilan marga yang
ada pada saat itu. Di antaranya (1) Kayuagung Asli, 2) Perigi, (3)
Kotaraya, (4) Kedaton, (5) Jua-jua, (6) Mangunjaya, (7) Paku, (8)
Sukadana, dan (9) Sidakersa. Jumlah sembilan penari terdiri dari satu
orang pembawa tepak , satu orang pembawa pridon , dan satu orang pembawa
kipas dan pridon, dan empat orang dayang (sebagai penari pengiring),
dan satu orang pembawa tombak dan satu orang payung.
Busana yang digunakan pada tari Penguton
terdiri dari baju kurung bludru tabur, kain songket, selendang songket,
asesoris kepala beringin, cempako, mahkota paksangkok, dan asesoris
lainnya, serta properti tepak (tempat sekapur sirih), pridon, tombak dan
payung kebesaran.
Perjalanan tari Penguton mengalami perkembangan yang pasang surut dan perubahan seiring zaman. Tari Penguton tari tertua di Sumatera Selatan, konon sebelum tari Gending Sriwijaya tercipta. Hal tersebut perlu pembuktian, penelitian ini mengarah kepada keberadaan tari itu berasal.
Kisah berawal dari kota Kayuagung dimana tari Penguton
berasal. Kayuagung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ogan
Komering Ilir. Dahulunya Kabupaten Ogan Komering Ilir tidak ada, pada
masa itu masih berbentuk desa dan dusun (kampung). Kayuagung sejak awal
berdiri memiliki kedudukan tertinggi dari desa-desa yang lain. Kayuagung
merupakan pusat pemerintahan pada saat itu, mewakili desa-desa lainnya.
Kata Kayuagung sendiri berasal dari dua suku kata, yaitu kayu dan agung.
Kisah berawal dari pemekaran sebuah lahan, dimana di temukan banyak
pohon yang besar-besar. Pohon yang besar sendiri bagi masya rakat
setempat dijuluki Agung, sedangkan pohon merupakan bahan dalam pembuatan kayu. Sehingga masyakarat menyebutkan daerah itu dengan nama Kayuagung hingga kini.
*Berbagai Sumber